Thursday, April 17, 2014

Moto: Sebuah Sarana Eksistensi Diri

Beberapa waktu yang lalu, seseorang sempat bertanya kepada saya,

"Matt, motonya bagus. 'We Live, We Fight, We Survive'. Kutipan dari siapa?"

Dia bertanya demikian setelah membaca status pada akun saya di salah satu media sosial. Saya hanya tersenyum [lebih tepatnya tersenyum secara literal* tentunya, dengan simbol : dan )], dan menjawab [secara literal* lagi, lebih tepatnya mengetik],

"Bukan kutipan dari siapa-siapa, itu saya buat sendiri. Kalo suka, boleh pake juga kok motonya."

*Sarkasme dimulai.. hehehe..

Moto, sebenarnya apa sih moto itu? menurut Wikipedoi, Moto (bahasa Inggris: motto) adalah kalimat, frasa, atau kata sebagai semboyan atau pedoman yang menggambarkan motivasi, semangat, dan tujuan dari suatu organisasi. Pengguna moto biasanya adalah negara, kota, universitas, dan keluarga-keluarga bangsawan. Biasanya moto ditulis dalam bahasa kuno atau daerah di tempat tersebut seperti bahasa Latin atau Perancis di Eropa. Sedangkan untuk di Indonesia dan daerah sekitarnya, moto biasa ditulis dalam bahasa Kawi atau Sanskerta.

Yeah, right.. Keluarga bangsawan! Kalau nasib lo nggak lebih bagus dari nasib gw, nggak usah mimpi punya moto, apalagi ngarep berdarah biru.. Walaupun gw gebukin sampai biru pun nggak bakal mengubah lo jadi bangsawan, crut! #evil smile

But who cares with Wikipedoi anyway! Right guys?
Moto bukan hanya bisa digunakan oleh negara, kota, universitas, atau keluarga bangsawan aja kok. Moto kan intinya sebagai kata-kata atau kalimat yang menggambarkan semangat, atau tujuan, atau bahkan keduanya. Saya pribadi menganggap moto itu sebagai kata-kata atau kalimat yang dapat membuat keberadaan seseorang abadi. Dengan kata lain, moto menurut saya adalah sebuah sarana eksistensi diri, dimana keberadaan saya dapat tetap eksis walau tanpa ada satu pun yang mengakui keberadaan saya. Ha! Abadi kan namanya? hehe.. ngarepdotcom!!

Keberadaan atau eksistensi seseorang bergantung pada banyak hal. Hal utama yang menentukan ada atau tidaknya seseorang adalah sesuatu yang disebut 'pengakuan'. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia memerlukan sebuah pengakuan untuk dapat terus eksis di tempat ia berada. Pengakuan tersebut dapat berasal dari seseorang, beberapa orang, lingkungan sekitar, maupun khalayak umum. Semakin besar objek yang memberikan pengakuan, maka semakin besar eksistensi seseorang tersebut. Pengakuan atas keberadaan/eksistensi seseorang merupakan salah satu dari kebutuhan pokoknya sebagai manusia.  Oleh karena itu, sungguh manusiawi jika setiap orang melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan pengakuan dari sesamanya.

Ya keleeeeuz.. Udah kayak orang benar aja gw ngomongnya..

Pada penjelasan sebelumnya, saya katakan bahwa moto adalah sarana untuk menciptakan eksistensi diri yang abadi, walau tanpa pengakuan dari siapa pun. Hal tersebut benar adanya, tentu saja harus dipandang dari sudut pandang saya sebagai penulis gila tentunya. Sudut pandang saya, yang sudah memantul dari kacamata kembali lagi ke retina, dan kemudian berulang lagi secara kontinu mengatakan bahwa keabadian eksistensi diri yang diciptakan oleh sebuah moto itu mungkin terjadi. Bagaimana mungkin? membaca saja aku tidak sanggup..

Tuh kan! Gila.. ngomong sendiri, dijawab sendiri.

Sebuah moto dapat menjadikan keberadaan kita abadi. Mari kita ambil contoh moto yang saya buat.

"I Live. I Fight! I Survive.."

atau boleh juga kalau Anda ingin,

"We Live. We Fight! We Survive.."

Artinya akan sama saja.

Frasa pertama, "I Live.", yang dalam bahasa Indonesia berarti "Saya Hidup." memiliki arti bahwa saat ini saya hidup, atau saya sedang menjalani kehidupan. Perjalanan kehidupan tidaklah mudah, tapi juga tidak sulit, tergantung bagaimana kita menjalani kehidupan tersebut. "I Live." menunjukkan bahwa saya hidup, saya memiliki kehidupan, dan saya sedang menjalani kehidupan itu. "I Live." ditulis dengan huruf kapital di awal setiap katanya. Hal tersebut dimaksudkan bahwa saya memberikan penekanan khusus pada setiap kata. "I Live." diakhiri dengan tanda titik, bukan tanda koma (,) atau tanda tanya (?) atau pun tanda seru (!). Mengapa? Karena diakhir setiap kehidupan ada kematian, diakhir sebuah cerita tidak ada apapun selain tanda titik. Tanda titik tidak berseru, karena berseru hanya bagi mereka yang masih memiliki jiwa. Tanda titik tidak bertanya, karena bertanya hanya bagi mereka yang masih haus akan pengetahuan. Tanda titik tidak koma, karena koma bukanlah akhir sebuah perjalanan kehidupan. Karena itu "I Live." diakhiri dengan tanda titik, yang berarti akan ada sebuah perhentian setelah kehidupan.

Yeah, right! Kalau gw punya kehidupan, pasti gw nggak bakalan ngabisin waktu gw untuk membuat artikel yang tidak penting ini.

Frasa kedua, "I Fight!", yang dalam bahasa Indonesia berarti "Saya Berjuang!", memiliki arti bahwa dalam menjalani kehidupan ini, saya berjuang. Perjuangan sesungguhnya tidaklah harus selalu tentang adu fisik ataupun mental/pikiran. Kadang perjuangan perasaan lebih berat dan lebih menyakitkan daripada perjuangan fisik ataupun mental. Berjuang juga tidak harus selalu untuk mendapatkan sesuatu, tetapi berjuang adalah sebuah pengorbanan. Korban fisik dan materi, tenaga dan pikiran, waktu dan perasaan. Hasil sebuah perjuangan bukan hanya mendapatkan sesuatu yang belum pernah kita dapatkan sebelumnya. Hasil sebuah perjuangan bukan pula mendapatkan sesuatu yang direbut dari kita. Hasil sebuah perjuangan adalah termasuk didalamnya mampu mempertahankan apa yang ada dalam diri kita, sehingga tidak direbut, dirusak, ataupun dihancurkan. Eksistensi diri merupakan hasil sebuah perjuangan! "I Fight!" diakhiri dengan tanda seru (!), karena berjuang berarti berseru! Berjuang tidak lagi mempertanyakan tekad! Berjuang tidak memiliki akhir.

"Darah itu merah, Jendral!" sebuah kalimat yang cukup bodoh (untuk diucapkan tentunya) apabila ditujukan pada orang-orang yang sedang dalam kondisi mental dan detak jantung normal, karena semua orang juga sudah tahu bahwa darah itu merah (kemungkinan jawaban terbanyak adalah: "udah tau keleeeuuzz..") Tetapi jika diucapkan pada mahasiswa tingkat akhir, atau pekerja yang baru di PHK, siapa yang tahu apa akibatnya.. #evil laugh

Frasa terakhir, "I Survive..", yang dalam bahasa Indonesia berarti "Saya Selamat.." atau "Saya (mampu) Bertahan..", memiliki arti bahwa saya selamat, saya tidak mati, saya mampu bertahan dari masalah yang saya hadapi, dari tantangan yang datang. Berjuang tidak selalu berujung kemenangan. Kalah tidak selalu berujung kematian. Ada kalanya dalam berjuang, kita bertahan dan kita menang. Namun ada pula kalanya saat kita berjuang, kita kalah tetapi tidak mati. Kita masih hidup meski jiwa raga sudah hancur berdarah-darah rasanya. Disaat seperti itulah, kita katakan bahwa kita selamat. Kita mampu bertahan.. Ada sebuah pepatah asing mengatakan "If it does not kill you, it will make you stronger.", yang artinya "Jika itu tidak membunuhmu, itu akan membuatmu lebih kuat.". Makna tersebut kurang lebih terangkum dalam "I Survive..". Pada akhir kata  "I Survive.." terdapat dua tanda titik, yang diartikan penulis (gila) sebagai kelanjutan yang disertai kepasrahan.

Dalam gaya penulisan modern, tanda titik yang dituliskan dua kali secara berurutan memiliki makna 'belum selesai' atau 'masih berlanjut'. Sedangkan tanda titik yang dituliskan tiga kali secara berurutan memiliki makna 'harus diisi, bego!'. hahahaha..

Jadi, dengan moto "I Live. I Fight! I Survive..", saya yakin bahwa eksistensi saya pribadi dapat abadi. Saya tidak terlalu memusingkan apakah akan ada orang yang mengakui keberadaan saya karena ini adalah kehidupan saya, saya berjuang, dan saya yakin saya mampu bertahan. Kehidupan saya dimulai dari nol, dimana keberadaan saya belum diakui siapapun. Saya mengisi kehidupan saya dengan perjuangan untuk mendapatkan pengakuan akan keberadaan saya. Apabila dalam perjuangan tersebut saya gagal mendapatkan pengakuan, setidaknya saya tidak mati, saya masih hidup, dan selama saya masih memiliki kehidupan, saya akan berjuang kembali. Lingkaran demikianlah yang saya yakini akan membuat keberadaan saya abadi, eksistensi saya akan bertahan selamanya. Lingkaran tersebut saya wujudkan dalam tiga frasa pendek, yaitu "I Live. I Fight! I Survive..", moto saya.

Moto adalah sarana eksistensi diri, baik menciptakan ataupun mempertahankan.

Moto bukanlah hanya untuk negara, lembaga, ataupun bangsawan saja, melainkan untuk kita semua.

Moto tidak perlu diketahui semua orang, namun lebih baik apabila orang lain mengetahuinya, syukur apabila mereka pun mau menjadikannya pedoman.

Moto saya adalah "I Live. I Fight! I Survive..". Lalu, bagaimanakah dengan Anda, sahabat?

1 comment:

  1. "I Live. I Fight! I Survive.." kereeeeennn
    bt in moto donk kak he...he....
    #justkidding

    ReplyDelete