Wednesday, September 11, 2013

Rahasia Kebahagiaan (Secret of Happiness)

Menunggu senja. Aku menatap bayangan diriku pada sebuah cermin. Sosok yang aku pikir aku mengenalnya dengan baik. Aku menatap bayangan diriku yang juga menatapku tanpa bergeming. Tatapannya mengisyaratkan dia mengerti pribadiku.. Memahami lakuku. Namun aku tidak mengenal jiwanya.. Tidak mengerti keinginan hati kecilnya.. Dan tidak juga memahami jalan pikirannya. Waktu pun bergulir, terus mengalir tanpa kami sadari. Detik demi detik berlalu tanpa ada sebuah reaksi. Hingga di suatu titik, dia bertanya kepadaku.

Sit still, till the sun goes down. I’m staring the reflection of mine at he mirror. The existence that I thought I knew him well. I’m staring at my reflection who is also staring at me in silence. His eyes show that he knew my personality. Understand my behavior. Yet his soul is a mystery. His desire is unknown.. And his thought is unrevealed. Time goes by, keep flowing without any of us notice. Second by second passes by without any reaction. Till it reach the point when he asked me a question.

“Mengapa tatapanmu kosong dan tanpa arah?”
“Why do you have that empty and pointless gaze upon your eyes?”

Aku menjawab, “Entahlah.. Aku pun tidak mengerti.”
I said, “I don’t know.. I  do not understand either.”

”Adakah yang menyulitkan hatimu?”
“Is there something weighing on your mind?”

“Mungkin ada.. Yang jelas aku tidak bahagia.”
“Might be.. All I know is I am not happy.”

“Apakah yang membuatmu tidak bahagia?”
“What makes you unhappy?”

“Mimpi semu.. harapan kosong.. dan tuntutan  hidup! Semua terasa mustahil dan sungguh membebani.”
“Empty dream.. Empty hope.. and the needs of life! All of that is impossible and so weighing my heart.”

“Tidak! Tidak ada yang mustahil.. Engkau tahu akan hal itu. Sebenarnya, apa yang engkau inginkan?”
“No! Nothing is impossible. You know that. Frankly, what do you want?”

“Entahlah, aku pun tak seberapa mengerti apa yang kuinginkan..”
“I’m not sure, I may not fully understand what I want either.”

“Apakah kekayaan?”
“Is it wealth?”

“Mungkin..”
“Possibly..”

“Kehormatan? Ketenaran? Kedudukan? Wanita! Apakah semua itu?”
“Honour? Fame? Social acknowledgement? Women! Is that all?”

“Ya.. mungkin! Apapun itu, asalkan bisa membuatku bahagia.”
“Yeah.. maybe! Whatever it is, as long as it can make me happy.”

“Jadi, yang engkau inginkan hanyalah sesuatu yang disebut ‘kebahagiaan’?”
“So, all the things that you’ve ever wanted is the little thing called ‘Happiness’?”

“Ya! Tiada hal yang lebih kuinginkan dari pada bahagia. Bahagia ketika aku bisa menikmati kemewahan hidup, bahagia ketika aku hidup ditemani dengan orang yang aku cintai, dan bahagia ketika aku bisa diterima di kehidupan sosial.”
“Yeah! There is nothing more that I want but happiness. Happy when I can enjoy the wealth of life, happy when I can live my life with the woman I love, and happy when people acknowledge my existence. “

“Hahahahahaha.. Naif! Sungguh naïf..”
“Hahahahahaha.. Naïve! So naïve..”

“Mengapa engkau tertawa? Bukankah itu hal yang wajar?”
“Why are you laughing? Isn’t that common?”

“Ya, itu sangat wajar. Sungguh amat manusiawi. ‘Aku Ingin Kebahagiaan’! Itu kan yang engkau mau? Aku mampu memberikannya padamu..”
“Yes, that’s common. It makes sense, indeed. ‘I want Happiness’! That’s what you want, no? I can give it to you..”

“Sungguh? Bagaimana caranya agar aku mendapatkannya?”
“Really? What should I do?”

“Engkau benar-benar ingin tahu?”
“Do you really want to know?”

“Ya, katakanlah padaku..”
“Yes, please tell me..”

“Baiklah.. Pertama, engkau harus membuang kata ‘Aku’ dari ‘Aku Ingin Kebahagiaan’ karena itu merupakan keegoisan. Sikap egois hanya akan semakin menjauhkanmu dari kehormatan dan ketenaran. Bukankah tadi engkau katakan bahwa engkau [akan] bahagia apabila engkau bisa diterima di kehidupan sosialmu? Membuang sikap egois bukan berarti membuang harga diri. Harga diri adalah sebuah pengakuan orang lain akan keberadaan dirimu. Aku tahu bahwa pengakuan dari orang lain  adalah bagian dari hakmu sebagai manusia. Karena itu, buanglah sikap egoismu tetapi jangan harga dirimu. Pertahankan  harga dirimu tanpa menggunakan keegoisanmu. Tidaklah mudah memang. Namun tidaklah juga mustahil dilakukan, hanya perlu kedewasaan sikap. Salah satu cara menyikapinya adalah berikanlah pengampunan! Ketika orang melukai harga dirimu, ampunilah. Meski sakit, tapi aku yakin engkau mampu menahannya. Jika engkau merasa tak mampu menahan pedihnya, ingatlah bahwa dirimu bukanlah milikmu seutuhnya, melainkan milik Penciptamu. Dengan demikian, engkau menyadari bahwa harga yang engkau pasang atas dirimu sudah dibayar oleh Sang Pemilik.

“Okay.. First of all, you have to throw away the ‘I’ from ‘I Want Happiness’ because it is selfishness. Selfishness will only drag you farther from honor and fame. You said that you [will be] happy if your existence can be acknowledged, did you not? Throwing away selfishness doesn’t mean throwing your self-esteem away. Self-esteem is one’s acknowledgment of your existence. I knew that one’s acknowledgment is a part of your right as mere human. So, throw away your selfishness but not your self-esteem. Defend your pride without your selfishness. It’s not easy, and never will it. Yet neither is impossible, only need a mature attitude. One of them is giving forgiveness! When people hurt your pride, forgive them. Though it hurts, but I believe you can endure it. If you think you couldn’t endure the pain, just remember that your being is no longer yours, but your Creator’s. Thus, you realize that the price you tagged on your life has been fully paid by the Owner.

Kedua, engkau juga harus membuang kata ‘Ingin’ dari ‘Aku Ingin Kebahagiaan’ karena itu merupakan nafsu. Nafsu hanya akan mengikatmu dan menjadikanmu hambanya. Engkau mungkin mampu mendapatkan kekayaan, bahkan wanita yang engkau mau. Tapi engkau akan kehilangan harga dirimu. Engkau kaya, namun engkau tak merdeka. Engkau dapat hidup bersama wanita yang engkau inginkan, namun engkau tak kan pernah mendapat ketulusan darinya. Nafsumu akan membuatmu terus berlari hingga engkau kehabisan tenaga dan menjadi lelah. Engkau akan kehabisan waktu  tanpa sempat menikmati apa yang engkau punya. Sebab engkau terlalu sibuk mengejar nafsumu, namun lupa bahwa waktumu hanya seperti rerumputan di ladang, yang hari ini tumbuh dan berbunga, dan keesokan harinya dicampakkan ke dalam api. Nafsu adalah keinginan yang tak terkendali. Oleh karena itu, kendalikanlah inginmu sehingga luruslah jalanmu. Aku tahu bahwa engkau tak akan pernah mampu mengendalikan inginmu. Tapi aku tahu cara untuk mengendalikannya. Engkau akan mampu mengendalikan inginmu apabila engkau menyerahkannya kepada Pemilikmu. Sebab Dia yang berkuasa atasmu, Dia yang bertanggung jawab atasmu, dan Dia juga yang menjaga hidupmu. Karena bagiNya, engkau sungguh amat berharga."

Second of all, you have to throw away the word ‘Want’ from “I Want Happiness’ because it is lust. Lust will only tie you tight and enslave you. You might have the wealth of the world, even all of the women you want. But you will lose your self-esteem. You would be rich, but lost your freedom. You could live with the woman you’ve ever wanted to live with, but you would never get her sincerity. Your lust will keep you running till you drop and so tired. Your time is running out but you don’t have time to enjoy every thing you have. Because you were so busy satisfying your lust, but forgetting that your time is just like grass in the field, which grown and bloom today, and thrown away into the burning fire the day after. Lust is an uncontrolled will. Therefore, control  your will, thus your way will be straightened. I know that you are going to fail and could not ever control your will. But I also know how to control the will. You could control your will if you put it in the hands of your Owner. Because He is the Mighty one, the One who responsible for you, and also take care of you. Because for Him, you are too precious."

Sekarang, apakah yang tersisa bagimu jika engkau membuang kedua kata itu?”
Now, what is left for you if you put those two words away?”

“Kebahagiaan..”
“Happiness..”

“Jadilah kebahagiaan itu milikmu.”
“That will be yours..”

Sambil tersenyum, ia menatapku yang menitikkan air mata. Aku pun berlalu daripadanya dengan kelegaan di dadaku. Dalam pikiranku, aku mendengar diriku sendiri mengatakan, “Aku bahagia!”

Smiling, he saw me weeping. I went away from him with a great relief in my chest. In my mind, I hear my self saying, “I am happy!”

Salam,
Regard,
Monyet Pendek 

No comments:

Post a Comment